“5 Siap Mental Menjadi Penulis”
Pertemuan 9 |
: |
Jum’at, 22 Januari
2021 |
Waktu |
: |
Pukul 19.00 – 21.00
WIB |
Pemateri |
: |
Dita Widya Utami,
S.Pd |
Topik |
: |
Mental Seorang
Penulis |
Peruseme |
: |
Lubis Pirnandes,
M.Pd |
Bagaimana rasanya jika tulisan Anda ditolak ? Atau tulisan Anda dikritik
habis-habisan ? Tentu, campur aduk perasaan yang kita rasakan. Sedih, mungkin
kesal, kecewa pada diri sendiri, perasaan rendah diri, atau bahkan bisa sampai
pada perasaan putus asa.
Saya pun pernah
merasakannya. Pada saat presentasi final lomba naskah buku di Kemendikbud pada
tahun 2018, seorang juri dari IKAPI berkata, “sebagai seorang pembaca, saya
tidak merasakan apa-apa dari yang Anda tulis. Jangan-jangan dengan tulisan Anda
ini, hanya akan menghanyutkan perasaan Anda sendiri”. Saya hanya bisa terdiam. Perasaan
kecewa dan rendah diri memenuhi pikiran saya. Saya keluar dari ruang presentasi
dengan wajah lesu dan tertunduk malu. Malu dengan diri sendiri.
Pengalaman kedua
yang saya rasakan adalah pada saat menulis buku Pembelajaran Gelombang Seismik
dan Likuifaksi. Setelah berkonsultasi dengan pakar pembelajaran fisika dan
pakar gelombang seismik, saya pun berkonsultasi dengan seorang pakar
likuifaksi. Beliau adalah sahabat saya pada saat kuliah S1 dan merupakan salah
satu pakar likuifaksi. Jika para ahli sebelumnya hanya berkomentar dan memberi
sedikit kritik dan masukan, maka berbeda dengan sahabat saya ini yang merupakan
salah satu Doktor lulusan Jepang. Hampir setiap bagian dan setiap halaman buku saya
diritik habis-habisan olehnya. Awal menerima hasil koreksi darinya, saya pun
membatin, “segitu burukkah tulisan saya
ini ?”
Kedua
pengalaman saya tersebut benar-benar menjadi ujian mental bagi saya saat baru memulai
menjadi penulis. Dan mungkin juga banyak dialami oleh para penulis pemula
lainnya. Nah, pada pelatihan menulis pertemuan ke-sembilan ini, yang menjadi
pemateri adalah Ibu Dita Widya Utami, seorang penulis muda yang berprestasi
yang akan memberikan pencerahannya tentang “Mental Seorang Penulis”. Sederet
daftar karya solo dan antologi menjadi bukti bahwa Bu Dita memiliki mental yang
kuat sebagai penulis.
Ibu Guru dari
Subang ini memulai pencerahannya dengan menegaskan bahwa untuk menjadi penulis yang
andal, maka diperlukan teknis menulis yang baik dan mental yang kuat dan sehat.
Artinya perpaduan teknik dan mental akan menentukan apakah sesorang akan
menjadi penulis yang baik atau tidak. Terkait mental, banyak penulis sohor yang
harus jatuh bangun ketika memulai karirnya sebagai seorang penulis. Seperti
yang dialami salah salah satu penulis novel best seller, JK Rowling. Butuh
berkali-kali penolakan hingga Novel Harry Potter dilirik penerbit dan kemudian
menjadi salah satu karya masterpicenya Rowling.
Bu Dita
memberikan pencerahannya dengan membagikan “5 Siap Mental Menjadi Penulis”
seperti infografis berikut :
Siap Konsisten. Konsistensi atau istiqomah adalah
salah satu ujian terberat dari seorang penulis. Gelombang pasang surut semangat
biasa dirasakan oleh para penulis. Maka untuk berlatih konsisten, kata Bu Dita,
menulislah setiap hari. Menulis adalah action yang merupakan perwujudan niat
yang tulus. Dalam prosesnya, rasa jenuh dan “mandeg” kadang “mengganggu” proses
menulis. Apalagi kesibukan aktivitas sehari-hari yang menyita pikiran. Maka menurut
Bu Dita, jika sedang mengalami kejenuhan, kita bisa beralih sejenak dengan
aktivitas lain yang bisa membangkitkan mood
kita lagi.
Siap Dikrtik. Tulisan yang telah dipublis telah menjadi milik publik. Sesuatu yang
telah “dipertunjukkan” pada khalayak umum harus siap untuk disukai atau tidak
disukai. Sehingga seorang penulis harus memiliki mental yang kuat dan siap
tulisannya dikritik. Menurut Bu Dita, mental menulis berkaitan dengan cara berpikir
dan merespon suatu hal. Kita tidak bisa mengontrol siapa yang suka dan tidak
terhadap tulisan kita. Tapi kita bisa mengontrol bagaimana respon kita dalam
menyikapinya. Masukan dan kritik dari orang lain menjadi sarana intropeksi diri
dari kacamata pembaca.
Siap Belajar. Menjadi penulis harus menjadi pembelajar sejati. Dengan menjadi
pembelajar akan memperkuat referensi kita sebagai seorang penulis. Belajar dengan
senantiasa membaca dan melakukan riset agar tulisan kita menjadi lebih kuat dan
lebih bisa dipercaya. Tidak ada penulis hebat yang tidak menjadi pembaca yang
hebat.
Siap Ditolak. Keinginan agar sebuah tulisan bisa terbit sudah barang tentu dimiliki
oleh setiap penulis. Namun, harus dibarengi dengan kesiapan jika tulisan yang
kita ajukan akan ditolak oleh penerbit. Penolakan sejatinya bisa menjadi sarana
intropeksi bagi seorang penulis untuk memperbaiki dan meningkatkan kualitas
tulisannya.
Siap Menjadi Unik. Setiap penulis tentu memiliki style menulisnya masing-masing. Style menulis akan menjadi karakteristik dari seorang penulis. Seperti para novelis memiliki gaya bahasa dan bercerita masing-masing. Tere Liye dengan permainan kata-katanya, Kang Abik dengan kekuatan narasinya, atau Asma Nadia dengan bahasa yang sederhana dan langsung mengena pada topik yang diceritakan. Untuk menemukan style menulis, maka fokus pada apa yang disukai dan apa yang dikuasai.
Senang sekali membaca resumenya, sangat membantu saya yang semalam banyak kurang fokusnya 🙏
ReplyDeleteTerima kasih pak.... Sama pak, saya sering gak fokus kalau pas materi he.. He..
DeleteSemangaat menulis dan menginspirasi..salam literasi pak lubis..
ReplyDeleteSalam literasi juga buk... Terima kasih..
DeleteWah, ini sih cocok jadi narasumber. Hehe ... jleb ya komentarnya. Tapi keren pengalamannya. Menguatkan mental seorang penulis. Terima kasih sudah berkenan membuat resumenya 🙏🏻
ReplyDeleteTerima kasih bu dita. . Masih banyak sekali perlu belajar lagi dari sahabat2 seperti bu dita salah satunya
DeleteWaah mantap, rapih dan sempurna tulisannya. Good Job. Lanjutkan !
ReplyDeleteThank you pak...
DeleteTidak bisa membayangkan jika berada di posisi pak Lubis. Tapi keren keren. semangat berkarya, semangat menginspirasi
ReplyDeleteHa.. Ha... Campur aduk rasanya pak. Sempat drop juga, mikir kalau saya memang gak ada bakat menulis. .
Delete